Khang Parkeeerr

TUKANG PARKIR

Krik… Krik… Krik…
(bunyi hujan di atas genting) *PLAK! SALAH*
Krik… Krik… Krik…
(Suara jangkrik di rerumputan terdengar merdu) *asik*

Waktu itu, di suatu malam yang tenang dan damai dengan langit penuh awan hitam, beberapa kali guntur terdengar kencang. Lalu lintas macet parah di Pamulang, orang-orang berlalu lalang dari pasar malam, dan tukang ngamen asik minum prutang padahal di depan supir angkot lagi bersitegang.
"Sungguh malam yang damai." Kata gua penuh khidmat.
"Tolol lu ya?!" Tanya Marvy penuh maki.
Gua dan sahabat terbaique –Marvy Sihombing, kelaperan setengah mati, yang satu habis puasa baru buka seadanya –pake gorengan lima, es timun suri dua gelas, dan nasi padang satu bungkus, sedangkan yang satu baru makan tadi siang.
"Itu sih namanya gak kelaperan ganteng! Gua gibeng juga nih, Manusia." Jawab Marvy sehabis gua cerita makan apa aja pas buka puasa.
Eh, betewe bedewe baswe marhaban ya ramadhan, sekarang sudah memasuki bulan puasa hari ke …… dua belas. Saya ucapkan selamat menunaikan ibadah tidur, karena dibulan puasa tidur itu ibadah. Minal Aidin Wal Faidzin mohon maaf ini belum lebaran. Semoga puasa tahun ini lancar dan ibadahnya diterima, meski cuma ibadah tidur dan senyum-senyum doang.
    Malam ini gua minta Marvy untuk temein gua jalan-jalan, sekalian cari makan karena kebetulan kami berdua mau makan. Setelah lama kami berputar-putar di Pamulang yang sungguh amat sangat kecil ini, kira-kira untuk berkeliling saja memakan waktu hampir setengah bulan –eh maksudnya setengah jam.
"Akhirnya", kata gua tiba-tiba.
    "Kenapa Lik?!" tanya Marvy keheranan.
    "Gapapa, akhirnya aja. Semua kan pasti berakhir."
    "Et, iya dah bang. Gue kira mah mengape lu tiba-tiba teriak begitu."
"Haha, kagak mengapa-mengapa. Yaudah dah lanjut bawa motornya takutnya mengapa-ngapa ini kita berdua-duaan di jalan ngobrol, bae. Eh, ngomong-ngomong mengapa kita jadi nyablak bener ini ya ngomongnya, udah kayak film Si Doel aja." Kate gue heran bener.
"Lah iya ini, bener bae."
"Hooh."
"Lah, pigimane sih! Pan elu yang ngetik dialognye mangkenye kite jadi nyablak kayak mandra begono."
"Oh, iya ya. Salah gua, kebawa suasanan ngetiknya." Maaf-maaf ternyata salah gua.
Setelah berkeliling cukup lama tiba-tiba hujan turun. Cepat-cepat kami cari tempat meneduh, tapi karena tidak ada tempat meneduh yang layak maka kami mampir di sebuah kedai kopi. Parkirannya luas dan sepi, tapi terasnya penuh. Pasti ini tempat kopi terkenal, pikir gua.
"Iya kayaknya, Lik. Mahal pasti nih!" sahut Marvy.
"Lho, kok lu bisa denger pikiran gua, Kampret?!" gua heran dan ketakutan.
"Feeling aja gua jawab gitu. A en je a ye." Balas dia.
"Yaudah yuk masuk!" ajak gua untuk masuk. Gua dan Marvy pun segera parkir dan berlari-lari ke dalam karena hujan mulai deras. Sesampainya di dalam kami disambut oleh pelayan muda, manis yang cantik jelita, tapi cowok. Melihat mbak-mbek yang cantik ini, iseng saja gua gado. Eh, maksudnya gua goda, emangnya enerjen bisa digado.
"Mbak ini rame banget, tempatnya rame pasti karena mbak ya?!" goda gua.
"Sst, tolol." Bisik Marvy tepat ditelinga bapak-bapak di sebelah.
"Woi salah orang klimax." Sahut gua.
    Mbak-mbak itu tersenyum, kupikir godaanku berhasil. Lalu kemudian dia senyumnya berhenti, berganti senyum kecut. "Bukan mas, itu orang-orang pada neduh." Katanya lucu.
    Karena malu, gua dan Marvy langsung buru-buru duduk ambil menu terus pulang. "Bye!" kata gua ke mbak-mbak tadi karena ternyata hujan cuma lewat. Saat kami hendak keluar tiba-tiba.
"Priit.. Priiit… Preet…" Tukang parkirnya cepirit. Ia melambai-lambaikan tangan kanannya sembari tangan kirinya menyubat pantat.
"Ya, mas-mas yang saya hormati, maaf menganggu, saya di sini mau markir aja ya daripada saya malak atau jadi penjahat lebih baik saya jadi tukang parkir lebih halal. Semoga.. bla.. bla.. bla.." oceh tukang parkir gak karuan.
"Vy ini tukang parkir apa pengamen di Bekasi?" kata gua heran.
"Gatau lik, udah maaf aja." sahut Marvy.
"Oh oke." Balas gua. Kemudian gua menghadap tukang parkir dan bilang, "Iya mas, saya maafin."
*Marvy tepok jidat.
"Kurang ajar lu kira gua pengemis, gua lagi markir ini. Cepet bayar, dua rebu GPL." Sahut tukang parkir marah.
"GPL, apa tuh bang?" kata gua gak ngerti.
"Gak pake lontong, eh maksudnya lama!", kata dia.
Setelah gua bayar akhirnya gua pergi. Gua dan marvy sama-sama kesal, bisa-bisanya kami disuruh bayar parkir padahal jajan juga gak jadi. Tukang parkir itu pas kami datang gak ada, tapi tiba-tiba pas mau pulang dia nangkring di atas motor orang. Apalagi dia gak bantuin apa-apa, narikin motor atau menyeberangkan kita kek, ke surga. Eh, astagfirullah mulutnya.
Pokoknya kami kesal, dan kami menolak bayar parkir lagi. Kami pun berkeliling lagi mencari makan, siapa tau ada sisa orang buang. Yawla sedih amat sih :'( Tidak terlalu jauh, tidak terlalu lama kami sampai ditempat kedua, yaitu sebuah warung bakmi jawa. Kami pun segera duduk dan memilih makanan, setelah bertanya sedikit tentang menu warung ini akhirnya kami memesan menu andalan paling khas dan paling spesial.
"Nasi goreng biasa dua, sama air putih anget dua, mas." Pesan gua.
Sejam berlalu pesanan kami akhirnya datang juga, dengan tambahan bonus milanta dua, karena maag kami kambuh. Kami pun makan setelah lambung mulai tenang dan nasi goreng mulai kaku. Ternyata bukan masaknya yang lama, tapi setelah jadi abangnya lupa. Kampret memang.
Sehabis makan, kami bayar sesuai tagihan, dan tanpa terima kasih kami cuci piring kami sendiri. Setelah semua rapi, meja sudah di lap dan bangku sudah di tumpuk akhirnya kami pulang. Ketika kami berjalan menuju motor kami teringat kejadian sebelumnya, kami tidak mau tiba-tiba ada tukang parkir ajaib yang muncul senak udelnya. Kami pun berhati-hati, melihat ke kiri dan kekanan, lalu berjalan mengendap-ngendap. Sesampainya di motor, benar saja.
"Priit… Priit…" seorang tukang parkir datang mendekat. Lalu kami pura-pura pergi jalan kaki. Kami memutar otak supaya bisa gak bayar, karena kami kere.
"Gimana nih? Gini aja gua tunggu sini elu ambil motor sendiri cepet, langsung kabur." Suruh gua ke Marvy.
"Ogah, gua aja yang di sini, nanti kalau gagal gua bayar sendiri." Kata Marvy.
"Yah, gua takut. Gamau ah." Kata gua. Akhirnya tak ada satu pun di antara kami berdua yang mau.  "Yaudah gini, biar adil. Kita berdua di sini. Kuncinya kasih motor, biar motornya kabur sendiri." Ide gua cemerlang.
*Marvy tepok jidat tukang bakmi.
Kami pun berunding, diskusi mencari siasat bagaimana caranya supaya rasa sakit hati kami hilang dari para tukang parkir ajaib ini. Setelah cukup lama akhirnya tercipta satu ide cemerlang lainnya dari kepala gua. Kami pun beraksi.
"Prittt.. Priiirt… Priiitt… ekehek uhuk uhuk" tukang parkirnya keselek peluit.
(Peluit mah orang yang kerja di kapal? -Pelaut!)
Tukang parkir itu datang, dan Marvy sudah duduk di motor. Gua suruh Marvy untuk duduk diam di motor dan gua bayar parkir, kemudian kami berdua menunggu sampai tukang parkir itu menarik motor kami. Ternyata benar, akhirnya tukang parkir itu bekerja, ia mulai menarik motor kami dan saat itu juga. Ketika tangan tukang parkir itu menggengam besi belakang motor dan mulai menariknya, dengan jurus ninja tupai dari desa hokage gua lompat ke atas motor.
GUBRAK! Gua naik ke atas motor. Tukang parkir itu kaget. Kemudian Gua dan Marvy berdua, kegirangan.
"AYO BANG TARIK, TARIK, TARIK KAMI BERDUA, TARIIIIIIIIKKKKKKK…….!!!!!!"

Baca juga cerita lainnya:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ondel-Ondel dalam Dua Garis Biru (2019)

SURVEI KKN

KEHILANGAN