“Ayo lik lu pasti bisa, percaya deh sama gua.” ujar anggi, seorang cewek bertubuh mungil dengan rambut panjangnya yang lurus menyapu lantai dan kacamatanya yang tebal dan besar. “Iya, ayo lu sampe kapan mau gini-gini aja ini kesempatan lu bro.” Tambah marvy , satu-satunya temen gua yang paling ganteng, keren dan homo. “Eh eh apaan sih.” Sambil mengela tubuhku yang di giring masuk ke sebuah kelas. “Iya lik, kalo lu bener suka sama dia ini waktunya elu nembak dia.” Jawab Anggi. “Siapa bilang gua suka sama dia?” “udah nih ambil, balikin catetan bahasa yang gua pinjem ke dia.” Sambil memberikan sebuah buku tulis yang terbungkus sampul bunga-bunga Anggi dan kawan-kawan mendorong aku masuk. “Lia ada yang mau ngomong sama lu nih, Lik kita ke kantin dulu ya bye.” Ujar anggi langsung mengambil langkah seribu. “Ngapain gi? Duduk-duduk aja ?” Teriak Marvy. Tersisalah aku dan tiga orang siswi yang sedang bergosip ria, hingga dua orang dari mereka juga i