Gaenaknya Punya Rambut Gondrong
Rambut Gondrong: Part 1
Jadi gua mau cerita kalau
sudah hampir satu tahun ini gua memiliki rambut yang gondrong. Sebenarnya
niatan gondrong ini sudah ada sejak bulan Maret tahun lalu (2020), iya sejak
kasus pertama pandemi Covid-19 muncul di Indonesia. Namun, karena pada tahun
itu gua masih memiliki tanggung jawab etis sebagai seorang guru, akhirnya gua
mencukur lagi rambut gua pada bulan Agustus 2020. Singkat cerita sampailah gua
di awal tahun 2021 ini.
Oh ya gua belum mengucapkan selamat tahun baru buat blog gua
ini ya. Tahun baru kemarin gak ada hal yang cukup menarik sih, tapi kayaknya
ada satu cerita penting. Next deh gua coba tulis.
Oke ulang lagi.
Singkat cerita sampailah
gua di awal tahun 2021 ini, dengan rambut yang mulai panjang. Punya rambut
panjang tuh ternyata tidak menyenangkan ya. Rambut gua emang gak
panjang-panjang banget, “Ya, cuma semata lah”.
“Lah, pendek dong!”
“Mata kaki. Hiya, hiya
hiya.”
“AH BENGEK! Canda bengek.”
Rambut gua gak
panjang-panjang amat, tapi udah bisa dikuncirlah. Nah, ternyata gua baru tahu kalau
ada gak enaknya punya rambut panjang. Pertama, rambut gua jadi suka
berminyak-berminyak gitu, akhirnya setiap mandi gua sampoan. Kedua, setiap
mandi sampoan malah bikin rambut kering gitu. Ketiga, ketika kering gitu rambut
jadi pada rontok gitu, gua baru ngerasain sih gimana cewek menghadapi rambut
rontok. Kempat, gampang gerah punya rambut panjang, terutama kalau lagi jalan
kaki dari pamulang ke kemayoran. “Maaf Pak, bapak atlit maraton apa long march,
jauh bener jalannya.” Kelima, rambut panjang suka bikin gatel, apalagi kalau
lagi berantakan gitu suka nusuk-nusuk mata.
“Matanya mata tetangga
lagi.”
“Anjir ngapain mata
tetangga sih.”
“Daripada maaaaaata
najwa.”
Berdasarkan semua hal gak
enak dari punya rambut di atas, satu yang bikin gua BT. Butu Tatitayang.
Anjrit. Hal yang paling BT adalah disangka perempuan.
***
Pagi ini sepupu gua
nge-chat, “Lik, nanti ada paket gua dateng ya.” Dia emang biasa pakai alamat
rumah gua untuk belanja online, karena alamat rumah gua lebih gampang daripada
ke rumah dia yang ngumpet di kampung belakang. Biasanya juga, gua gak terlalu
peduli karena gua jarang nerima paket, gua kan sering ngumpet di dalam kamar.
Ternyata hari ini rumah sepi, jadilah gua sendirian.
Gak begitu lama kemudian
dateng suara motor masuk, dan teriak “paket”.
Gua langsung keluar,
terus gua tanya “Dengan Bapak Arif?”
“Iya bener, Mas.” Kata dia.
“Ini paketnya, saya foto
dulu ya.”
“Makasih, Mas.” Kata bapaknya
terus pergi.
Gua pun masuk lagi ke
kamar.
...
“Tapi kok ada yang aneh
ya?” kata gua dalam hati.
“Goblok” kata malaikat
Atid.
“Bengek!” Kata hyung
Raqib.
...
Nggak, nggak, ini semua
kebalik. Canda kebalik.
***
Kurir paket itu pun dateng, terus
teriak.
“Mas salah, kan saya kurirnya.”
Terus gua jawab, “Oh. Iya
Pak, maaf. Soalnya muka bapak mirip logo Telkoms3l jadi saya langsung mau beli
paket.”
“Beda paket itu, Mas!”
Kata bapaknya marah.
“Oh beda ya, Pak. Emang ini
paket apa pak?” kata gua bingung.
“Ini paket tokped, pake ‘d’!”
katanya ngegas.
“Oalah, yaudah mana pak
pakednya sini biar saya liad?” kata gua mengulang.
“BangsaD!” kata bapaknya.
Komentar
Posting Komentar