Ekranisasi Cerpen Filosofi Kopi

AKTUALISASI DIRI DAN KEPRIBADIAN TOKOH BEN DALAM CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI DAN FILM FILOSOFI KOPI SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO





Dee atau Dewi Lestari adalah salah satu penulis yang memiliki prestasi gemilang, hampir seluruh karya-karyanya telah difilmkan dan memperoleh beragam penghargaan. Salah satu karyanya yang sukses diadaptasi menjadi film ialah Filosofi Kopi oleh sutradara Angga Dwimas Sasongko. Film Filosofi Kopi yang rilis tahun 2015 sukses meraih 231.339 penonton. Meskipun jumlah tersebut masih kalah dengan jumlah penonton pada film-film lain di tahun yang sama, Filosofi Kopi tetap teridentifikasi sebagai film yang sukses. Bukti kesuskesan film tersebut yaitu pembuatan sekuel keduanya yang rilis pada tahun 2017, dengan judul Filosofi Kopi 2. Tidak berhenti di situ, kesuksesan Filosofi Kopi juga dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap lahirnya trend minum kopi yang menjalar ke seluruh Indonesia, mulai dari pusat kota sampai di gang-gang kecil kini banyak kedai kopi bermunculan.



Fenomena penggubahan sastra ke dalam film ini bukanlah hal yang baru, pengadaptasian sastra ke dalam film dikenal dengan istilah ekrnasisasi. Ekranisasi ialah pelayarputihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Prancis berarti layar) [Pamusuk Eneste, Novel dan Film, (Flores: Penerbit Nusa Indah, 1991), h. 60]. Pada sebuah pengadaptasian sebuah karya sastra ke film akan selalu mengalami perubahan, baik secara bentuk (seperti tulisan menjadi gambar) maupun isi (segi cerita, alur, dan tokoh). Karya Filosofi Kopi sendiri tentu mengalami perubahan-perubahan, salah satu perubahan yang mencolok ialah perubahan tokoh utama, Ben yang diperankan oleh Chicco Jerikho.



Untuk mengurai perubahan tokoh Ben dalam film tersebut, salah satu hal yang bisa kita lakukan ialah menganalisisnya dengan teori Kebutuhan Maslow. Maslow memiliki gagasan bahwa kebutuhan manusia adalah bawaan dan tersusun secara bertingkat, yang kemudian disebut Hierarki Kebutuhan Maslow. Hirarki kebutuhan Maslow terdiri atas kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan secara fisik. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan akan keamanan dan jaminan hidup. Kebutuhan cinta dalah kebutuhan hubungan personal dan cinta. Kebutuhan penghargaan adalah kebutuhan atas pengakuan orang lain terhadap usaha-usaha manusia, dan kebutuhan aktualisasi diri sebagai kebutuhan untuk pemenuhan hakikat jati diri seseorang.
Nah, Ben di dalam kedua karya tersebut (sastra dan film) memiliki psikologi/penokohan yang berbeda. Keduanya sama-sama seorang yang ambisius dan eksentrik, namun siapa sangka di film Ben memiliki luka tersembunyi yang dibawanya tanpa sadar. Luka tersebut bukan lain adalah traumanya. Trauma yang membuat kedua Ben ini berbeda. “Trauma apakah yang dibawa Ben? dan “Bagaimanakah trauma itu merubah kepribadian Ben?”, serta “Apa perbedaan kedua tokoh Ben tersebut?”

Mari telisik lebih dalam dari tulisanku di Jurnal Komposisi yang diterbitkan oleh Universitas Madura. Tulisan ini bisa digunakan sebagai referensi atau bahan pembelajaran kamu dalam menganalisis perbandingan Sastra.

YUK BACA TULISANKU DI SINI:

http://ejournal.unira.ac.id/index.php/jurnal_komposisi/article/view/705

AKTUALISASI DIRI DAN KEPRIBADIAN TOKOH BEN DALAM CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI DAN FILM FILOSOFI KOPI SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO
– MALIK ABDUL KARIIM & NOVI DIAH HARYANTI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ondel-Ondel dalam Dua Garis Biru (2019)

SURVEI KKN

KEHILANGAN