#SMP: BALADA ANGKOTERS 1
BALADA ANGKOTERS:
DITINGGAL
Tabik.
Tahun 2018 teknologi makin maju dan
zaman semakin berkembang. Apapun bisa dijadikan peluang usaha saat ini, salah
satunya Ojek. Ojek yang notabene jadi angkutan kelas bawah kini mengalami
revitalisasi (anjay bahasa lu, Nyet). Hmm, revitalisasi itu apa ya? (Yah
Kamvang dia gak tau ternyata). Intinya berkat ojek onlen, sekarang Ojek jadi
modern deh gitu. Ojek sekarang jadi transportasi yang mayoritas digunakan oleh
orang-orang karena kepraktisan dan efisiensinya. Sedap. Imbasnya
sekarang angkot-angkot jadi kosong. Orang-orang jadi males naik angkot, karena
rawan macet dan ugal-ugalan. Padahal waktu gua SMP angkot itu sangat vital,
sampai-sampai penumpangnya membeludak. Gua jadi teringat sebuah kisah pada tahun 2010 kala SMP.
Waktu itu matahari sedang terik saat
gua pulang sekolah. Sudah beberapa hari ini angkot jarang lewat, dan sialnya
sekali lewat penuhnya khan maen. Gua, Ucup, dan Rafi harus dengan sangat
tidak terpaksa harus menunggu lebih lama lagi. Untuk mengakali keadaan tersebut
sempat kami berjalan kaki menelusuri jalan mendekati arah datangnya angkot. Siapa
tau kan, kalau disamperin angkotnya akan lebih sepi. Oke kami pun berjalan.
Terus berjalan, terus berjalan tiada hasil sampai akhirnya kami tiba di stasiun
Rawa Buntu, dan syukur alhadulillah di sana kami menemukan kereta api.
“Capek, Lik, jalan.” Kata Dafi yang
bertubuh mungil seperti guling bayi. Loh gua temenan sama tuyul.
“Iya, kita tunggu sini aja deh.
Gimana Cup?” Sahut gua. Dan karena Ucup ini adalah yang paling bugar, kuat, dan
muda diantara kita. Dia tetap berjalan di depan, menghiraukan kita. Jadi gua
pun teriak ke dia. “WOE!” Sontak dia pun kaget.
“Sorry Lik gua ketiduran.”
“WANJIR” Sahut Dafi. Ternyata dia
jalan itu bukan karena kuat, tapi karena Sleepwalking. Untung aja dia
cuma sleepwalking bukan sleepfarming, karena kan gak lucu kalau
malem-malem dia ngindur nanem singkong di dalem kapuk.
“Cup sini Cup,” kata gua. Dia
berjalan dengan menunduk, sepertinya masih ngantuk. Gua pun panggil lagi, “Cup! Bangun Heh.” Karena
masih tertunduk gua panggil lagi, dan lagi. “Hey, hey, hey tayo, hey tayo.” Eh
dia malah joget-joget.
Saat ucup sedang joget-joget gajelas
tiba-tiba datang senior gua, Bidu dan Masdi. Bidu adalah tetangga gua di rumah,
dia musuh gua karena kita sering kelahi dahulu. Sedangkan Masdi adalah teman
Bidu yang mukanya mirip bacang basi, monyong-monyong asem. Kedatangan dia
sungguh tidak mengenakan, beruntung tidak lama angkot datang. Kami pun berebutan
masuk, senggol-senggolan, mendaki bukit, dan melompati tali-tali rintangan
Algojo. Lho ini memangnya ini Benteng Takeshi. Ternyata hanya satu
tempat duduk yang tersisa, agar adil tempat duduk itu kami potong, kami bakar,
dan kami buang mayatnya ke Kali Cisadane. Terpaksa kami berlima berdiri menjuntai di
pintu Angkot. Dalam keadaan terjepit, karena paling kecil, Dafi memiliki ide
untuk naik ke atap Angkot. Tanpa pikir panjang Gua pun naik duluan, demi
memastikan keamanan, dan mau buru-buru aja. Haha. Sialnya ketika gua naik ke
atap ternyata ada tiga orang ibu-ibu yang turun dari angkot. Alamat, Dafi,
Ucup, Budi, dan Masdi pun duduk di dalam.
“Lik, turun. Masuk aja sini, masih
ada yang kosong.” Kata Ucup yang duduk di dekat pintu.
Karena enggan duduk di atap sendirian,
gua pun bergegas turun. Melompat seperti tupai, menyengat seperti lebah. Hiat.
Debug.
Ketika gua turun angkotnya jalan, dan saat itu
gua liat Ucup tertawa sejadi-jadinya.
Komentar
Posting Komentar