Mendengar Kota

Pada suatu sore yang cerah dengan langit mendungnya tiga orang tengah duduk disebuah bangku panjang kereta listrik dalam kota. Setelah lelah mereka berdiri menggantung sejauh Jatinegara-Tanah abang melalui Duri kini akhirnya mereka dapat duduk di dalam gerbong kereta parung panjang, perjalan mereka masih jauh panjang untuk bisa makan siang. Tidak seperti orang lain yang pulang mencari nafkah, mereka pulang karena menyerah dari kerasnya kota. Dua tiga hari sudah mereka mengembara, mencari lowongan dari satu gerbang ke gerbang lain hingga ke pintu-pintu kecil dari toko kelotong sebaran ibu kota. 
Baru sejenak rasanya mereka melepas penat hingga dua orang wanita berpakaian rapi khas pegawai kantoran datang mendekat. Wanita tersebut berkata dengan santainya meminta tempat duduk. "Masih bisa geseran ga tuh?" Kata wanita yang bertubuh sintal. Tiga pria tersebut saling berpandangan dan menekan-nekan satu sama lain mencoba memberi ruang. Sayang sekali tempat duduk itu sudah penuh padat. Akhirnya dua dari mereka bangkit sambil membersihkan bajunya yang lusuh dan bau, kini mereka bergantung di depan bangku bekas mereka. Kedua wanita itu pun duduk dengan wajah yang lebih cerah dari langit sore itu. Dikeluarkan HP oleh wanita tadi dan mulai mengetikan sesuatu disana, rupanya ia menelpon seseorang. Dalam telepon wanita itu berbicara dengan sengit memberikan arahan dan posisi gerbong yang ia naiki, sembari mencari-cari matanya berputar-putar di tempat. Tidak lama dalam hitungan detik saja datang lah dua orang wanita lainnya yang tidak jauh berbeda penampilannya, berpakaian rapi dan berdandan cantik ala wanita kantoran. Sekarang wanita-wanita tersebut saling sapa dengan berisiknya, meminta tempat dari seorang lelaki yang masih tersisa duduk di bangkunya. Lelaki itu pun bangkit dan berjalan kebelakang ku, sembari berkata dengan kesalnya. "Baru juga duduk bentaran." Ujar lelaki itu. Lelaki yang satu ini lebih tua dari dua rekannya yang mungkin sebaya dengan ku, sekitar duapuluhan tahun lah kira-kira. Lelaki yang satu ini terlihat lebih frustasi dari yang lain, wajahnya dan kata-katanya begitu mengungkapkan kekesalan. "Mentang-mentang perempuan." Tambahnya kesal. Dua rekannya yang lain masih berdiri menggantung di depan bangkunya yang sudah berganti pemilik, dilihatnya wanita-wanita itu dengan tatapan polos. Entah lah, mungkin mereka pikir wanita itu akan turun lebih dulu jadi mereka bisa duduk lagi. Sepuluh menit berlalu sudah namun kereta belum bergerak sedikitpun. Aku pun sudah merasa lelah menunggu, dengar-dengar terjadi kesalah teknis pada kereta di depan. "Kereta dari manggarai salah masuk jalur, makanya delay dulu." Begitu kata seseorang di luar gerbong. Dalam menunggu yang tidak jelas itu tiba-tiba HP wanita tadi berdering. Diangkatnya telepon tadi dan dia mulai berbicara lagi memberikan arah dan posisi untuk yang kedua kalinya. "Dari posisi lu naik tadi, lu jalan ke depan, arah Duri, sekitar tiga gerbong, kita ciwi-ciwi pada kumpul disini." Kata wanita itu memberitahu.
Dan benar saja, tidak butuh waktu lama seorang wanita tinggi kurus berbaju putih dan rok span hitam, lengkap dengan hijab merah muda datang menghampiri. Dengan wajah yang sedikit kesal wanita ini membuka percakapan. "Sebel banget gua disana diomelin bapak-bapak." Sahut wanita itu. Ia pun melanjutkan dengan bercerita jika dia tidak bisa menaiki tangga pintu gerbong yang tinggi, karena menggunakan rok span, tapi didesak buru-buru oleh penumpang lain dibelakangnya, yang diketahui adalah bapak-bapak tua dan ibu hamil. "Gue bilang aja 'Ya sabar dong pak, ini kan susah.' Eh dia malah bilang 'Yaudah mba cepetan, saya lagi hamil ini.' Bodo amat deh kata gue." Lanjut wanita itu. Sambir cekikikan teman-temannya meminta ia melanjutkan ceritanya. "Yaudah gue sahutin gitu, bodo amat, emang gua pikirin tuh bapak-bapak, siapa suruh." Tambah wanita itu. Disaat mereka sedang asik berbincang dan orang lain sedang lelah menunggu, tiba-tiba kereta beguncang. Kereta sudah mulai berjalan dengan hentakan awal yang cukup keras, membuat hampir semua orang oleng. Wanita yang tadi bercerita juga terkejut pada guncangan kereta, dengan cepat ia meraih tali genggaman diatas kepalanya. "Anjing." Sahut wanita itu terkejut. Teman-temannya semakin tertawa melihat latahnya barusan. Lain dengan temannya lain juga dengan orang lain, lelaki yang tadi beradadi belakangku tidak melihat lejadian itu sebagai hal lucu. "Eh ngomongnya ga dijaga banget perempuan. Mau jadi apa ini!" Ujarnya ketus. Selanjutnya selama perjalanan kereta kami wanita-wanita tersebut asik berkelakar sendiri, kata demi kata mulai dari yang biasa saja hingga kata-kata kotor terucap begitu saja menjadi dialog yang panjang dan tidak terputus. /Gue, elu, dia, anjing. Elu, gue, tai. Tai, lu, gua, anjing. Berengsek emang, sialan banget./ Dua pria muda yang berdiri didepan bangkunya masih mantap berdiri, tangan kanannya menggantung dan sesekali pandangannya mengarah pada wanita-wanita itu sembari menunggu sesuatu yang ia pun tak yakin keeksisannya. 

Ketika mata-mata orang mulai memandang kepada para wanita itu, sembari menilai dan menjustifikasi. Tapi mereka tidak peduli, yang terpenting bagi mereka adalah mereka bisa bekerja dapat uang, lalu pulang untuk istirahat, dan menunggu libur untuk bisa bersenang-senang. Persetanan dengan masyarakat, orang lain tidak membayar gaji mereka atau membeli beras untuk mereka. Jadi mereka hanya menanggapi dingin lingkungannya. Sementara lelaki di belakang saya terus berceletuk ria, mengutuki wanita itu, dan mengharamkan dirinya dari perbuatan serupa. Baginya dunia tidak adil, ia yang tidak berpendidikan namun sarat dengan etika harus meluntang lantung diantara jalan sempit dan kumuh ibu kota. Berhimpit diantara tubuh-tubuh bau dan lengket, terdesak dan terinjak sepatu-sepatu basah. Tidak ada harganya, berbuat baik hanya buang-buang waktu. Mereka yang hidup enak terus bertindak semena-mena, lalu bertutur manis dihadapan atasannya. Hukum adalah mawar berduri, mereka yang punya bisa menikmati, mereka yang jelata justeru tertusuk kala meraih. Kini kereta telah berhenti, aku pun turun lenih dulu. Ku balikan wajah ku sejenak untuk melihat lelaki dan dua temannya tadi, wanita-wanita kantor, dan orang disekelilingnya. Lalu kembali ku berpaling, seolah tidak terjadi apa-apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ondel-Ondel dalam Dua Garis Biru (2019)

SURVEI KKN

KEHILANGAN